BIMA, Warta NTB – Beternak sapi dengan pola penggemukan bagi masyarakat Kabupaten Bima saat ini adalah usaha yang potensial dan menjajikan. Hampir di setiap desa dari 191 desa yang ada di Kabupaten Bima masyarakatnya banyak yang menggeluti usaha penggemukan sapi.
Pangsa pasar usaha penggemukaan sapi bagi masyarakat Kabupaten Bima adalah sapi kurban dengan tujuan penjualan ke luar daerah seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi (Jabodetabek). Usaha ini mulai berkembang di kalangan masyarakat Kabupaten Bima sejak beberapa tahun terakhir.
Saat musim kurban para peternak bisa langsung membawa sendiri hasil ternak mereka untuk dijual ke daerah tujuan yang diangkut menggunakan Kapal Tol Laut dari Pelabuhan Bima menuju Jakarta. Dari hasil penjualan sapi para petani bisa mendapatkan keuntungan kotor setengah bahkan lebih dari modal pembelian sapi.
Maka potensi inilah yang dilirik oleh Kepala Desa Waro, Kecamatan Monta, Kabupaten Bima Muhammad Ali, SH beberapa tahun terakhir. Kepala desa dua periode ini pada periode pertama telah menganggarkan pembelian sapi dari Alokasi Dana Desa (ADD) sebanyak 270 ekor yang dibagikan untuk pemberdayaan masyarakat dan belum genap satu tahun menjabat periode kedua pemerintah desa sudah mengalokasi dana pembelian sapi sebanyak 35 ekor.
“Tujuan pemberdayaan masyarakat ini adalah untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan, khususnya bagi masyarakat Desa Waro. Pada dasarnya usaha ternak penggemukan sapi kurban menjanjikan keuntungan yang lumayan besar apalagi dikelola dengan sungguh-sungguh dan cara beternak yang baik,” katanya, Minggu (8/11/2020).
Mantan Advokad ini menuturkan, melihat potensi yang ada di desa, maka usaha penggemukan sapi menjadi usaha yang potensial untuk dikembangkan karena mengingat pakan hijau ternak sangat mudah didapatkan karena rumput hijau masih banyak ditemukan di desa.
“Bagi pemilik modal, usaha ini sangat menjajikan dan tak jarang bagi warga yang memiliki modal sendiri bisa berternak lima sampai belasan ekor dalam satu musim, jadi usaha ini perlu dikembangkan terutama untuk pemberdayaan masyarakat, ” tuturnya.
Pria ramah dan murah senyum ini menjelaskan, satu musim adalah satu periode penggemukan sapi yang hitungannya diperkirakan lebih kurang selama 10 bulan karena setelah hari raya idul qurban sekitar dua bulan atau satu bulan setelahnya para petani ternak sudah mulai mengandangi sapi-sapi mereka untuk digemukan yang kemudian dipanen pada musim kurban berikutnya. Siklus ini terus berjalan tiap musimnya.
“Bagi petani ternak, awal penggemukan hanya membeli sapi dengan kisaran harga antara Rp 7 sampai Rp 10 juta, namun saat panen dan dijual ke luar daerah ketika hari raya idul adha, sapi yang telah digemukan bisa terjual dengan harga Rp 18 hingga Rp 28 juta. Itu tergantung berat dan bobot sapi,” jelasnya.
Maka, kata Kades, peluang inilah yang perlu dilirik dan dikembangkan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat desa, sehingga dengan modal awal satu ekor sapi atau dua ekor sapi bantuan pemberdayaan dari pemerintah desa bisa berkembang dan berkelanjutan guna meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan bagi masyarakat itu sendiri.
“Usaha penggemukan sapi kurban adalah usaha yang potensial bagi masyarakat. Selain dukungan pemerintah desa kami juga berharap dukungan yang sama datang dari pemerintah daerah, provinsi mapun pusat,” harapnya. (WR-Al)