PASKODE: Penundaan Pemilu dan Tradisi Bernegara

1822

JAKARTA, Warta NTB – Wacana penundaan pemilu 2024, sehingga masa jabatan presiden dan wakil presiden dapat berlanjut paling tidak hingga 2026, menimbulkan banyak polemik sampai saat ini.

Meski wacana penundaan Pemilu 2024 belum memiliki pijakan hukum. Namun, banyak elit politik justru menggunakan cara perubahan konstitusi untuk melegalisasikannya.

Ahli HTN Universitas Muhammadiyah Tangerang, Dr. Auliya Khasanofa menerangkan bahwa perubahan terhadap konstitusi atau amandemen UUD 1945 bukan seusatu yang tidak bisa dilakukan.

“Kalau nilai konstititusi itu semantik maka harus dibuka juga pintu perubahan, karena perubahan itu bukan harga mati jadi bisa dilakukan perubahan terhadap konstitusi.” Terang Auliya dalam webinar yang diselenggarkan oleh Pusat Advokasi dan Studi Konstitusi Demokrasi (PASKODE) Selasa, 15/03/2020.

Dengan berakar pijak pada nilai permusyawatan sebagaimana terdapat dalam pembukaan UUD 1945 maka perubahan konstitusi dapat dilakukan.

Lebih lanjut Auliya menerangkan bahwa konstitusi yang saat ini menjadi dasar bernegara sudah tidak sejalan dengan situasi kebangsaan kita saat ini.

Sistem demokrasi langsung yang ada sekarang tidak menjamin kedaulatan rakyat dapat terwujud, hal ini beliau tegaskan dengan berkacamata pada pemilihan langsung 2019 yang menurut beliau itu bukanlah pesta demokrasi melainkan tragedi kemanusiaan.

Bagi Auliya, pemilihan umum secarang langsung lebih banyak menimbulkan kegaduhan, polemiknya sampai presidential threshold berkali-kali di uji. Sistem pemilihan presiden secara langsung yang sekarang justru mentransplantasi system dari barat.

“Bagi saya terjadi kegagalan system pemilihan presiden pasca amandemen UUD, Telah terjadi liberalisasi pemilihan presiden sejak pemilu 2004 sampai 2019”. Tegas beliau.

Menurut Auliya wacana amandemen UUD 1945 seharusnya bukan untuk menunda penyelenggaraan pemilu 2024, melainkan untuk mengembalikan pemikiran asli (originalism) UUD dimana pemilihan presiden dikembalikan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. (WR-DM)