MATARAM, Warta NTB – Sebagai bentuk Komitmen Polda NTB dalam melakukan upaya pencegahan terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang terjadi di wilayah hukum Polda NTB sesuai atensi Presiden RI dan Kapolri untuk melakukan penindakan dan Pencegahan terhadap segala bentuk kegiatan TPPO.
Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Arman Asmara Syarifuddin, S.IK didampingi Direktur Reskrimum Polda NTB Kombes Pol Teddy Ristiawan SIK dan Kasubdit IV( PPA) Ditreskrimum Polda NTB dalam konferensi pers di Polda NTB mengatakan penangkapan pelaku atas laporan polisi nomor 93 tertanggal 7 Agustus 2023 yang menyebutkan ada 53 korban yang diduga menjadi korban TPPO dari salah satu Perusahaan pengirim PMI.
Atas dasar laporan tersebut Satgas Penindakan TPPO Polda NTB langsung merespon dengan melakukan penyelidikan yang akhirnya dapat menggungkap dugaan kasus tersebut dengan mengamankan 3 tersangka dimana 2 tersangka sedang dalam proses penyidikan dan 1 tersangka sedang menjalani proses hukum di salah satu Lembaga Pemasyarakatan.
Dari pengungkapan kasus tersebut diamankan 3 tersangka dimana satu tersangka perempuan sebagai Kepala Cabang PT PSM, berinisial RD alias D (45) kemudian S dan J yang berperan sebagai perekrut.
“Tersangka RD alias D dan S saat ini telaj kami amankan dan berada di Rutan Polda NTB, sementara J sedang menjalani proses hukum di Lembaga Pemasyarakatan atas kasus lain,” ungkap Kabid Humas.
Di tempat yang sama, Dirreskrimum Polda NTB Kompol Teddy Ristiawan menyebutkan, dugaan pengiriman tenaga kerja melalui non prosedural tersebut dilakukan oleh PT PSM cabang Mataram dimana perusahaan tersebut merupakan perusahaan pengirim tenaga kerja yang berkantor di wilayah Monjok, Kota Mataram selaku cabang, sementara kantor pusatnya berada di Jakarta.
Sebanyak 53 orang Calon PMI asal Lombok Utara dan Kota Mataram yang direkrut sejak Januari sampai dengan Mei 2022 dan telah menyerahkan uang sehingga total kerugian mereka sebanyak Rp 641,5 juta,
“Mereka telah direkrut oleh SI alias S dan J selaku pekerja lapangan dan dijanjikan untuk dipekerjakan di bidang konstruksi bangunan dan pekerja pabrik dengan beban biaya masing-masing sejumlah Rp 10 juta s/d Rp 40 juta, namun gagal ditempatkan ke Taiwan,” Teddy Ristiawan.
Disampaikan Teddy, hal tersebut bertentangan dengan Peraturan Kepala BP2MI Nomor 785 tahun 2022 tentang biaya penempatan migran Indonesia yang ditempatkan oleh perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia kepada pemberi kerja berbadan hukum di Taiwan.
Kemudian para PL menyerahkan uang pendaftaran CPMI kepada tersangka dengan RD alias D selaku Kepala Cabang PT. PSM, beralamat di Jln Transmigrasi Majeluk Nomor 77, Pejanggik, Kecamatan Mataram, Kota Mataram.
“Tersangka RD berperan melakukan proses penempatan CPMI secara Non Prosedural ke Negara Taiwan yang tidak didukung dengan administrasi berupa SIP2MI dan Job Order,” jelas Teddy.
Proses perekrutannya juga tidak sesuai dengan kompetensi sehingga proses pendaftaran CPMI ditolak sistem pada
aplikasi ketenagakerjaan, yaitu dari total 53 CPMI yang direkrut terdapat 41 CPMI yang ditolak sistem atau tidak bisa mengajukan proses ID.
“Atas dasar itu karena merasa rugi dan tidak bisa berangkat, korban akhirnya melaporkan ke Mapolda NTB,” ucapnya.
Terhadap para tersangka, lanjut Teddy, dikenakan Pasal 10 dan atau Pasal 11 Jo Pasal 4 yaitu melakukan percobaan atau
merencanakan TPPO sebagaimana diatur dalam UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang dengan
ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp120 juta atau paling banyak Rp 600 juta.
“Mereka juga dikenakan pasal 83 Jo Pasal 68 Jo Pasal 5 atau Pasal 86 Jo Pasal 72 yaitu penempatan PMI secara Non prosedural sebagaimana diatur dalam UU RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 15 miliar,” tutupnya. (WR-02)