Bekerja Keras Jalan Meraih Kesuksesan
Oleh : Ali Bin Dahlan
Assalamualaikum Warahmatullahiwabarakatuhu.
Wahai saudara-saudaraku yang ku cintai. Inaq-inaq, Amaq-amaq, semeton jari di pelosok desa, di pegunungan maupun di pesisir pantai, di keramaian kota dan dimanapun berada. Apa kabar kalian hari ini?
Semoga hari-harimu senantiasa menghamparkan harapan. Harapan untuk menemukan impian laksana merindu sesuatu yang datang. Hari ini tentu menjadi waktu yang menyenangkan untuk berikhtiar.
Ada jejak langkah pasti menjelajah sawah berlumpur, mengayunkan cangkul, menabur benih. Setiap gerakan itu ibadah kepada Allah, saudaraku. Tetaplah menjalani dengan tekad dan semangat.
Karena waktu selalu berputar dan kian lama menyisakan sedikit saja laksana sajian di atas meja. Ada yang menunggu dagangan ke pasar menjemput rezeki, mejadi petani, guru ngaji maupun pegawai negeri.
Kesabaran tukang ojek di perempatan jalan, sopir yang setia mencari penumpang, perajin yang gigih menemukan kreasi, ulama yang tak kenal lelah berdakwah, nelayan yang melayani setiap hempasan ombak, guru honor yang mengajari sedikit demi sedikit pengetahuan, marbot yang ikhlas mengabdi, semua memiliki kemampuan untuk berbagi.
Tanggung jawab diri selalu disempurnakan mengemban amanah. Tiada yang mengubur mimpimu, jika engkau mengejar mimpimu. Luar biasa apa yang kalian lakukan, saudaraku. Tidak sekadar ulasan kata-kata yang lepas tak berbekas namun perbuatan dan tindakan yang sempurna sebagai manusia. Ya, perbuatan. Itulah pengamalan agama yang sebenarnya.
Wahai saudaraku yang ada di Bayan, Sekotong, Gunung Sasak, Kediri, Gunung Sari, Kekait, Senggigi, Limbungan, Songak, Lendang Nangka, Perigi, Sakra, Pengkelak Mas, Presban, Kedaro, Keras Genit, Tanaq Beaq, Dasan Rumbuq, Peseng, Serewa, Montong Sampah, Batu Nampar, Batu Puteq, Belongas, Dasan Agung, Karang Baru, Cakranegara, Pagesangan dan desa maupun dasan yang tidak disebut satu per satu.
Memandang NTB adalah melihat cermin kecil Indonesia, negeri dengan beribu pulau dengan hamparan laut yang luas. Tidak terhitung rahmat Allah SWT di dalamnya, isyarat untuk kita berpikir dan bertindak mengelolanya. Ada keberagaman ibarat lengkung pelangi. Suku bangsa yang berbeda, adat istiadat, kebiasaan bahkan agama yang berbeda. Segala penciptaan itu, tidak sia-sia karena perbedaan yang diciptakan semata-mata untuk saling mengenal dan mengikatkan persatuan.
Saudaraku, ketika kita lahir, sejak tangis pertama terdengar berbagai wajah sudah menatap dengan senyuman. Pernahkan kita berpikir dari rahim mana kita dilahirkan? Atau siapa saja orang di sekitar kita yang dengan gembira menyambut kedatangan si buah hati? Mereka mungkin bukan dari lingkungan kita yang paling dekat. Bisa pula dari tetangga yang tak pernah terbayangkan. Atau bisa kenalan orang tua kita dari berbagai penjuru yang jauh. Kita tidak sendiri karena sejak lama keindahan dari perbedaan itu membiasa seperti helaan nafas dan keingintahuan pandangan untuk menemukan sesuatu yang lain.
Mengenali orang lain itu menjadi fitrah hidup dalam memahami diri kita sendiri. Pada bagian dari NTB kita tercipta dan mereka ada, begitu sebaliknya. Kita satu tubuh yang dirangkai oleh sejarah peradaban, perjumpaan, persekutuan, kesepakatan, seperasaan, kemudian menyatu. Jika yang satu terluka yang lain merasa. Ketika ada bencana, semua turut berduka. Gembira pun melekatkan bahagia bersama.
Itulah sebabnya berabad lamanya perbedaan terpelihara dalam kesatuan dan kebersamaan. Tidak ada pertentangan karena kita sepakat, perbedaan itu adalah rahmat Tuhan. Itulah yang seharusnya terus menuntun kita, memacu diri bersama-sama menjadi bagian yang diberkahi. Kita harus selalu punya cita-cita menjadi bagian yang bisa mengatasi masalah, bukan bagian dari masalah.
Mengunjungi pelosok-pelosok terpencil, berdiskusi dan tukar pikiran membuat saya memahami begitu banyak harapan rakyat yang belum terpenuhi. Tapi segala harapan apapun itu belumlah terkubur, saudaraku. Setiap harapan adalah gejolak hati. Kalian mengerti semuanya lebih dari yang orang lain amati. Memang tidak sedikit yang berpikir masalah yang kita hadapi menurut cara pandang mereka, inaq-inaq, amaq-amaq, semeton jari, memiliki cara pandang sederhana dan mengatasinya dengan perbuatan sederhana.
Negeri ini memang masih sederhana, saudaraku. Sedangkan dunia sudah berkembang pesat. Banyak sawah terhampar namun kadang kita lapar. Lautan luas membentang tapi kita seperti kesakitan. Kenapa di negeri tetangga seperti Singapura tidak ada sawah seperti milik kita, tiada yang menjerit kelaparan? Kenapa Jepang yang tidak henti diterjang Gempa dan bencana selalu bangkit kembali menjadi negara industri?
Kadang kita berpikir bahwa hidup kita masih soal nasi, lantas bertahun-tahun persoalan ini begitu sulit diatasi. Beras diimpor kita “berkelahi”. Tak diimpor pedagang mengeluh setengah mati. Problem kita masih sesuatu yang mendasar, petani sulit saluran irigasi, banjir yang menggenang dan limit air saat kemarau. Jalan yang rusak atau jembatan yang putus.
Ada ikutan setelah itu, teriak warga jika harga cabai melonjak dan nilai garam merangkak. Apakah ini masalah lahan, ataukah tata kelola? Apakah ini masalah sumber daya atau ada kepentingan lain di dalamnya? Sungguh, harus diakui kita masih buta segala. Kita sibuk dengan diri sendiri. Lantas muncul saling curiga.
Wahai saudara-saudaraku, kita sama-sama memiliki angan-angan dan cita-cita untuk hidup yang lebih baik bagi diri, keluarga dan untuk bersama. Karena itu tetaplah dengan tekad yang kuat berjuang menjalani hidup dengan bekerja keras karena Allah SWT suka orang yang bekerja keras. Rasulullah SAW mencium tangan sesorang karena dia bekerja keras dan orang yang bekerja keras itu kedudukannya sangat mulia di sisi Allah SWT.
Kita harus tetap bekerja untuk melengkapi kesempurnaan sebagai manusia yang diberi akal pikiran. Tidak perlu merampas harta dari jerih payah orang lain. Karena hidup yang bermartabat adalah menjalani hidup dengan benar.
Kita diberi kesempatan yang sama untuk beribadah. Tetaplah berada di jalan yang lurus, menghindari perpecahan, menaburi hidup dengan perdamaian dan ketenangan. Tidak ada waktu yang sia-sia jika kita melakukan segala sesuatu dengan benar dan tulus ikhlas. Tiada orang yang dianggap berhasil jika tidak melalui tantangan sebagaimana tiada surga sebelum orrang diuji dengan cobaan terlebih dahulu. (Bersambung)