JAKARTA, Warta NTB – Pelaksanaan kurban menjadi hal yang selalu dilakukan umat Muslim ketika merayakan Idul Adha, masyarakat membeli dan menyumbangkan beberapa ekor sapi untuk dikurbankan.
Pandemi Covid-19 yang sudah berjalan hampir dua tahun di Indonesia menyebabkan petani ternak sapi kurban asal Bima NTB yang menjual sapi kurban mereka di wilayah Jabodetabek terancam merugi dan gulung tikar akibat lesunya perekonomian dan menurunnya daya beli masyarakat.
Saat ini kendala lain yang dihadapi petani adalah dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Jawa-Bali yang dimulai tanggal 3 hingga 20 Juli 2021 sehingga masyarakat sebagai pembeli sapi kurban tidak bisa datang langsung ke lapak-lapak penjualan yang disediakan oleh para petani karena protokol kesehatan Covid-19 yang cukup ketat.
Hal itu disampaikan Ketua Asosiasi Peternak Sapi (APS) Kabupaten Bima Muhammad Ali, SH kepada Warta NTB via seluler, Sabtu (3/7/2021) sore.
Selain itu kata mantan advokat ini, para petani ternak sapi kurban juga mengeluhkan atas dikeluarkannya surat keputusan Gubernur DKI untuk melarang masyarakat melakukan kurban di masjid akibat Covid-19.
“Gubernur DKI sudah mengeluarkan keputusan untuk melarang masyarakat melakukan kurban di masjid hal ini berdampak pada pembeli dan meruginya para petani ternak sapi kurban,” katanya.
Akibat dikeluarkannya surat keputusan Gubernur DKI tersebut masyarakat tidak bisa datang membeli sapi kurban di lapak-lapak penjualan yang disediakan petani, akibatnya para petani sapi kurban terancam merugi dan gulung tikar.
Maka terkait persoalan tersebut, APS meminta perhatian dan kebijakan pemerintah pusat terhadap para petani yang mengadu nasib menjual sapi kurban hasil ternak mereka di wilayah Jabodetabek saat musim kurban tahun ini.
“Saya mewakili peternak sapi kurban Bima meminta kebijakan dan perhatian pemerintah DKI dan pemerintah pusat agar memberikan solusi terhadap persoalan yang dihadapi petani kurban yang mengadu nasib sekali setahun di wilayah Jabodetabek ini,” pintanya.
Mantan pengacara muda ini menyebutkan, persoalan lain yang akan dihadapi oleh para petani jika merugi adalah tagihan Bank karena dana yang dipakai untuk usaha ternak mereka adalah pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR).
“Jika para petani tidak bisa menjual sapi kurban mereka sesuai harga jual hewan kurban, maka mereka akan merugi karena hewan kurban akan dijual sesuai harga daging di pasar. Hal itu tidak memberikan nilai lebih karena di luar target penjualan,” ucapnya.
“Rata-rata para petani ternak sapi kurban Bima saat ini mengadu nasib dengan mengandalkan pinjaman Dana KUR, kalau mereka merugi, otomatis pinjaman KUR tidak dapat mereka kembalikan,” tambahnya.
Sementara kata dia, target penjualan ideal setiap musim kurban bagi para petani adalah satu bulan menjelang idul adha, sedangkan saat ini bersamaan dengan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat akibat pandemi Covid-19.
“Biasanya di lapak para petani saat ini sudah banyak pesanan sapi kurban dari masyarakat DKI dan sekitarnya, tapi sekarang hanya sebagian yang laku dan jika hingga hari “H” tidak terjual, maka para petani hanya bisa menjual sapi kurban mereka sesuai harga daging di pasar untuk menutupi kerugian,” ucapnya.
Dia berharap agar pemerintah DKI bisa mengambil langkah bijak supaya petani tidak merugi apalagi kebanyakan para peternak sapi menggunakan dana KUR.
“Kami berharp Pak Gubernur DKI dan Walikota Se-Jabodetabek dan Bapak Presiden Jokowidodo agar bisa memberikan solusi dan langkah bijak terhadap nasib para petani sapi kurban yang menjual sapi kurban di wilayah Jabodetabek bersamaan dengan pemberlakuan PPKM tahun ini,” harapnya. (WR-Al)