Perang Topat, Perang Damai Simbol Toleransi Islam – Hindu

2474
Perang Topat pada substansinya, ingin menguatkan tali persaudaraan, menguatkan silaturahmi diantara berbagai macam unsur yang ada di masyarakat, khsusnya masyarakat Hindu dengan masyarakat Islam.

Lingsar, Lobar, Wartantb.comPerang! Siapapun dia, kalau mendengar kata perang, pasti yang terlintas adalah pertumpahan darah. Yang terbayang adalah nyawa, senjata, dan dendam. Tapi beda dengan Perang Topat.

Justru sebaliknya, Perang Topat ritual masyarakat Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat-NTB ini, justru membawa perdamaian. Perang Topat pada substansinya, ingin menguatkan tali persaudaraan, menguatkan silaturahmi diantara berbagai macam unsur yang ada di masyarakat, khsusnya masyarakat Hindu dengan masyarakat Islam.

Even religi dan budaya Perang Topat 2016 ini, memadukan religi sisi agama, sisi religiusitas dan sisi budaya.

“Budaya Perang Topat ini wajib dan terus dipertahankan,” kata Bupati Lombok Barat (Lobar), H. Fauzan Khalid, M.Si kala memberikan sambutan pada gelaran ritual Perang Topat, Selasa (13/12).

Ritual budaya Perang Topat adalah, suatu upacara ritual yang merupakan pencerminan rasa syukur kepada Sang Pencipta, yang telah memberikan kemakmuran dalam bentuk kesuburan tanah, cucuran air hujan dan hasil pertanian melimpah.

Upacara ini dilaksanakan di Taman Lingsar oleh umat Hindu bersama-sama dengan suku sasak,yaitu dengan cara saling melempar topat (ketupat) antara peserta yang satu dengan yang lainnya.

Baca Juga: Menyaksikan Parade Toleransi di Pawai Ogoh-ogoh Kota Mataram

Perang Topat ini dilaksanakan setelah selesainya Pedande Mapuje, yaitu pada saat Roroq kembang Waru (bergugurnya kembang waru) sekitar pukul 17.00. Biasanya upacara yang cukup sakral ini dilaksanakan setiap tahun pada bulan Purname Sasih ke Pituq menurut kalender Sasak, atau sekitar bulan Desember.

Ditaman Lingsar inilah terdapat pura yang merupakan tempat pemujaan yang berdampingan antara pemeluk agama Hindu dan Muslim suku Sasak yang disebut Kemaliq.

Kronologis upacara ini, diawali dengan upacara persembahyangan ditempat pemujaan masing-masing. Kemudian mereka memasuki lapangan di luar tempat pemujaan, dan dilanjutkan dengan saling melempar menggunakan ketupat antara para peserta upacara.

Masyarakat setempat meyakini bahwa, upacara ini akan memberi berkah dengan turunnya hujan. Sementara masyarakat yang lain menyebutkan bahwa upacara ini dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur atas hujan yang dikaruniakan oleh Tuhan bagi kemakmuran hidup mereka.

“Secara fisik di taman Lingsar ini ada dua bangunan yang melambangkan persatauan yaitu Kemaliq dan Pure,” sebut Fauzan dihadapan FKPD Lobar, Sekda, Kadis Pariwisata, Komisi IV DPRD Lobar serta sejumlah tamu dari Jakarta dan Korea. (LPA/Hum)