Pelaku Persetubuhan Asal Madapangga Dituntut JPU 14 Tahun Penjara

3114
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Raba-Bima, Ikhwanul, SH. (Foto: wartantb.com)

Bima, Wartantb.com – Kasus persetubuhan anak dibawah umur yang melibatkan pelaku AS (21) Warga Desa Woro, Kecamatan Madapangga, Kabupaten Bima kini memasuki tahap sidang tuntutan Jaksa.

Dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Raba-Bima, Kamis (16/2/2017) Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa dengan hukuman 14 tahun penjara dan denda Rp 100 juta, Subsider 6 bulan kurungan.

Dituntutnya terdakwa dengan ancaman hukuman 14 tahun penjara oleh JPU Kejaksaan Negeri (Kejari) Raba-Bima lantaran dirinya tersandung perkara persetubuhan anak dibawah umur yang dilakukan pada 7 Juli 2016 lalu dengan korban berinisil NS (12) tempat kejadian perkara rumah terdakwa.

JPU Kejari Raba-Bima, Ikhwanul SH usai persidangan mengatakan kepada wartantb.com, seperti yang tertuang dalam persidangan, terdakwa mengakui perbuatannya telah melakukan persetubuhan terhadap korban berinisial NS (12) warga Desa Woro, Kecamatan Madapangga pada bulan Juli 2016 lalu.

Berdasarkan fakta persidangan, terdakwa juga mengakui bahwa sudah melakukan hubungan layaknya suami istri kepada NS sebanyak 4 kali.

Ikhwan menjelaskan, peristiwa itu terjadi di Desa Woro, Kecamatan Madapangga pada hari Selasa 7 Juli 2016 lalu. Awalnya korban diajak menjenguk ibu terdakwa yang sakit di kediaman terdakwa, tetapi korban menolak namun diancam, sehingga korban mengikuti kemauan terdakwa.

Setelah menjenguk ibu terdakwa, korban minta pulang, namun oleh terdakwa tidak mau diantar dengan alasan sudah malam, terus oleh terdakwa korban disetubuhi sebanyak 3 kali pada malam hari dan 1 kali di pagi hari.

“Kemudian paginya korban di jemput oleh pamannya berinisial AH yang langsung melaporkan kejadian itu ke Polsek Madapangga,” jelasnya.

Atas perbuatannya tersangka didakwa dengan Pasal 81 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia No 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Atas UU RI No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak jo UU No 35 Tahun 2014 perubahan atas undang No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.

“Berdasarkan urai-urain diatas, maka kami berkesimpulan bahwa semua unsur dalam dakwaan telah memenuhi dan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pidana “dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya” sebagaimana telah kami dakwakan dalam dakwaan kesatu,” tegasnya.

Hal-hal yang memberatkan terdakwa antara lain, terdakwa menyetubuhi korban saat korban datang bulan (haid) sehingga akan mengancam keselamatan jiwa korban, perbuatan terdakwa juga telah membuat korban trauma dan kehilangan keperawananya.

“Terdakwa juga pernah dihukum pada perkara penganiayaan terhadap anak yang dihukum selama 4 bulan oleh majelis hakim PN Raba Bima pada tahun 2013 lalu, serta perbuatan terdakwa dapat meresahkan masyarakat,” tandasnya.

Ikhwan juga menambahkan, bahwa UU No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak ancaman pidananya minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun dan sekarang ditambah dengan Perpu No 1 Tahun 2016 tentang hukuman kebiri dan pemasangan chip elektronik.

“Semoga dengan semakin banyaknya Peraturan dan Perundangan-undangan tentang perlindungan anak akan membuat jera para pelaku kejahatan terhadap anak di Kota dan Kabupaten Bima yang saat ini kian hari kian meningkat,” harapnya. (WR-03)