Kisruh Uang Proyek, Sekdes Tangga Dinilai Beralibi, Jakariah: Buhari Itu Siapa?

1672
Aksi protes yang dilakukan Jakariah CS di depan kator Desa Tangga beberapa hari lalu terkait kisruh uang proyek dengan Sekdes Tangga.

BIMA, Warta NTB – Kisruh mengenai pembagian sisa uang proyek aspirasi yang melibatkan Sekdes Desa Tangga, Kecamatan Monta Kabupaten Bima Nur Ilham, S.Pd dengan Jakariah salah satu warga desa setempat masih terus berlanjut.

Jakariah menilai hak jawab yang disampaikan Sekdes Desa Tangga di media Wartantb.com adalah sebuah alibi yang sengaja dibangun untuk menghindari kesan bahwa Sekdes tidak terlibat dan tidak bermain proyek karena jabatannya sebagai sekretaris yang tidak boleh bermain proyek..

Padahal menurut Jakariah dari awal pengerjaan proyek peningkatan jalan usaha tani sepanjang 500 meter dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB yang terletak di So Heka, Desa Doridungga, Kecamatan Soromandi, Kabupaten Bima seniali Rp 100 juta tersebut Sekdes Tangga terlibat dan diakuinnya itu adalah proyek miliknya yang diperoleh dari dana aspirasi salah satu mantan anggota DPRD Provinsi NTB yang telah purna tugas karena tidak terpilih kembali pada Pemilu 2019.

Keyakinan Jakariah bukan tanpa alasan karena sejak pertama ia mengerjakan proyek atas perintah Kepala Desa Doridungga, pekerjaan itu pernah dihentikan oleh mantan Kedes Doridungga setelah satu hari setengah ia mengerjakan proyek tersebut.

Kata dia, saat itu pekerjaan kami sempat dihentikan oleh mantan Kades Doridungga dengan alasan bahwa proyek itu milik orang lain yang tidak lain adalah Sekretaris Desa Tangga dan kami pun diminta untuk berkomunikasi, saat itu saya mengentikan sementara pengerjaan proyek.

Lanjut dia, di hari yang sama Sekdes menelepon saya dan mengklaim bahwa proyek itu miliknya dan meminta saya menunggu di lokasi untuk berkomunikasi karena mereka akan datang ke lokasi dan saya menunggunnya hingga jam 10 malam tetapi Sekdes tidak pernah datang.

“Pernyataan Sekdes yang pernah memediasi saya dengan Buhari di kantor Desa Tangga yang katanya kontraktor proyek itu adalah bohong, karena mediasi itu tidak pernah ia lakukan pada saat mereke menghentikan saya mengerjakan proyek karena setelah itu saya berkoordinasi kembali dengan Kades Doridungga dan melanjutkan proyek sampai selesai,” katanya.

Menurut Jakariah, kalau pun pertemuan dengan Buhari dilakukan setelah Sekdes mencairkan uang beberapa waktu lalu dan setelah ada masalah bukan saat pengerjaan proyek dan ia menduga nama Buhari diseret dalam persoalan tersebut adalah semata-mata hanya alibi untuk melindungi Sekdes agar tidak disebut bermain proyek karena bertentangan dengan tugasnya sebagai sekretaris desa yang nyambi main proyek, apalagi Buhari adalah kerabat Sekdes sendiri.

Baca berita terkait:

“Dari awal saya tidak tahu Buhari, dan Buhari itu siapa dalam proyek ini?  Nama Buhari diseret setelah Sekdes mencairkan anggaran proyek senilai Rp 81 juta, inikan hanya akal-akalan saja. Lalu peran Buhari itu apa karena yang saya tahu nama CV yang tertera dalam kontrak proyek tersebut adalah CV Parewa Sakti milik Mahmudin warga Desa Tangga, tentu yang menandatangi kontrak adalah Mahmudin sebagai direkturnya bukan Buhari,” tandasnya.

Pada saat melaksanakan proyek, Jakariah mengaku telah mengetahui CV yang menandatangani kontrak proyek tersebut kemudian ia berupaya berkomunikasi dengan Mahmudin direktur CV yang juga berdomisi satu kampung dengannya di Desa Tangga. Ia meminta agar saat pencairan dana proyek yang masuk ke dalam rekening CV tersebut bisa dilakukan secara bersama kalaupun ada sisa keuntungan bisa dibagi secara adil dan mereta kepada semua pihak yang terlibat termasuk Sekdes.

“Saat itu Mahmudin mengiyakan dan akan mengabarkan ke saya jika dana proyek tersebut masuk ke rekening CV. Setelah dana senilai Rp 81 juta masuk rekening ia pun mengabarkan ke saya bahwa dana itu telah masuk rekening dan meminta agar Sekdes juga ikut dalam penarikan uang,” jelasnya.

Lanjut Jakariah, sesuai hari yang disepakati saya dan istri berangkat ke Kota Bima untuk mencairkan uang. Oleh Mahmudin kami diminta bertemu disebuah toko milik pengusaha keturunan China yang biasa mereka sebut Koko yang terletak di sekitar terminal Dara Kota Bima dan kami pun bertemu di sana sambil menunggu sekdes.

“Sebelum sekdes datang, dari hasil pembicaraan kami dengan Koko terungkap bahwa sekdes memiliki utang Rp 40 juta kepada Koko entah utang apa saya tidak tahu, tetapi saat itu Koko meminta agar uang proyek itu dipotong Rp 40 juta untuk bayar utang Sekdes dan sisanya Rp 40 juta ditransfer ke rekening saya, tetapi saya menolaknya karena proyek itu tidak pernah dikerjakan oleh Sekdes,” ungkapnya.

Setelah Sekdes datang ke tempat Koko, kami pun diminta untuk berada di luar, entah apa yang dibicarakan oleh Koko dan Sekdes bersama Mahmudin, lalu Sekdes keluar dan meminta kami pulang duluan dan masalah uang akan dilanjutkan dengan pertemua di rumannya.

“Sejak saat itu Sekdes terus membohongi kami, kami datangi rumahnya ia bahkan tidak berada di rumah, kami coba hubungi melalui telepon beberapa kali berupaya menghidar dengan berbagai alasan dan tidak berada di tempat. Itikad baik sepertinya tidak dimiki oleh Sekdes mengembalikan uang, beberapa kali kami mendatangi kantornya, tetapi ia tidak berada di kantor sehingga kami melakukan aksi protes beberapa hari lalu meminta agar uang segera dikembalikan,” pungkasnya.

Jakariah mengaku kecewa dengan ulah Sekdes, bagi kami tidak ada cara lain untuk meminta Sekdes mempertanggung jawabkan uang proyek selain melakukan aksi protes di kantor desa. Berbagai trik telah dimainkan kepada kami padahal uang itu telah dia ambil, malah menyeret nama orang lain sebagai pelaksana proyek.

“Buhari itu siapa? Kok, baru sekarang muncul namanya setelah ada masalah. Dari awal pelaksanaan proyek hingga pencairan ia tidak ada lalu namanya tiba-tiba muncul setelah Sekretaris mencairkan uang dan ada masalah, Enak sekali kami yang sudah mengerjakan proyek sampai selesai lalu orang lain yang ambil uangnya, lantas kerja mereka di bagian mana dalam proyek itu. Apakah sudah keluar keringat sehingga mau mengambil semua uang proyek,” ketusnya.

Jakariah mengaku, beberapa pihak telah berupaya mendatanginya untuk menyelesaikan persoalan tersebut bahkan melakukan negosiasi dengan menawarkan pengembalian uang hingga Rp 30 juta, tetapi ditolaknya. Ia sendiri mengaku uang yang digunakan untuk kegiatan proyek adalah uang pinjaman dari tetangga. Pencaiaran uang proyek yang ia harapkan untuk mengembalikan pinjaman malah raib hingga sekarang.

“Entah siapa yang menyuruh orang-orang tersebut, tapi saya menolaknya. Dan saya meminta Sekdes sendiri untuk menyelesaikan persolan ini dan dengan jujur menyampaikan apa masalahnya dengan uang proyek tersebut dan sudah dikemanakan? Apakah sudah digunakan untuk bayar utang ke Koko atau digunakan untuk yang lain kami butuh pengakuan yang jujur bukan dengan beralibi dan menyeret nama orang lain dalam persoalan ini,” pintanya. (WR)