Inilah Rekomendasi Munas NU Yang Ditunggu Jokowi

1259

Lombok Barat, Warta NTB — “Saya tunggu rekomendasi Munas dan Konbes PBNU untuk kami tindak lanjuti, terutama persoalan yang menyangkut pemerintah, seperti rekomendasi terkait pembahasan redistribusi aset dalam pandangan Islam,” ujar Presiden RI, Joko Widodo  saat membuka Munas Alim Ulama Konferensi Besar Nahdlatul Ulama tahun 2017 di komplek masjid Hubbul Wathon Islamic Center Nusa Tenggara Barat, Kamis (23/11/2017).

Setelah tiga hari bermusyawarah sejak Presiden menyatakan akan  menunggu rekomendasi hasil Munas itu, akhirnya Ketua PBNU, KH. Said Aqil Siroj membaca 11 poin rekomendasi hasil MUNAS Alim Ulama NU di Mataram,  Nusa Tenggara Barat.

Kesebelas rekomendasi tersebut, disampaikan KH. Said Aqil Siroj sesaat sebelum Wakil Presiden  RI, H.M. Jusuf Kalla menyampaikan pidato penutupan Munas dan Konbes PBNU, di Pondok Pesantren Qurani Bengkel di Desa Bengkel Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat, Sabtu  (25/11/2017).

Usai dibaca, kemudian rekomendasi itu langsung diserahkan kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla. Adapun 11 butir Rekomendasi para ulama NU tersebut terdiri dari :

Pertama, di bidang ekonomi dan kesejahteraan,  Pemerintah perlu mengawal agenda pembaruan agraria. Pembaharuan tersebut tidak hanya terbatas pada program sertifikasi tanah semata. Tetapi juga registribusi tanah untuk rakyat dan lahan untuk petani. PBNU memandang pembaharuan agraria selama ini belum berjalan baik  karena kurangnya komitmen pemerintah untuk menjadikan tanah sebagai hak dasar  bagi warga negara.

Kedua, untuk menjalankan program tersebut, perlu dukungan instansi militer dan organisasi masyarakat sipil lainnya.

Ketiga, pemerintah perlu memberikan perhatian lebih kepada pembangunan pertanian dengan mempercepat proses industrialisasi pertanian.  Dimulai dari pembagian lahan pertanian dan percetakan sawah baru. Meningkatkan kapasitas lahan, perbaikan/revitalisasi struktur irigasi, proteksi harga pasca panen, perbaikan infrastrukur pengangkutan untuk mengurangi biaya logistik untuk batasan impor pangan.

Keempat, dalam upaya pencegahan dan penanggulangan radikalisme, pemerintah perlu bersikap dan bertindak tegas untuk mengatasi persoalan radikalisme dengan tetap mengedepankan rasa kemanusiaan. Karena itu diperlukan strategi nasional yang komprehensif meliputi aspek agama, pendidikan, politik, keamanan, kultural, sosial ekonomi dan lingkungan berbasis keluarga.

Kelima, partai politik dan politisi harus berhenti menggunakan sentimen agama dalam pertarungan politik peraktis. Memainkan sentimen agama untuk perebutan kekuasaan lima tahunan merupakan tindakan tidak bertanggung jawab yang dapat mengoyak keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara.

Keenam, aparat penegak hukum harus menjamin hak konstitusional setiap warga negara dan tidak tunduk oleh kelompok radikal.

Ketujuh, di bidang kesehatan. Pemerintah perlu melakukan upaya-upaya promotif pencegahan dan  penanggulangan masalah gizi di seluruh wilayah Indonesia demi masa depan generasi bangsa yang lebih berkualitas.

Kedelapan, di bidang pendidikan pemerintah perlu membentuk kementerian urusan pesantren, sebagai langkah promotif memajukan pesantren dan pendidikan keagamaan melalui kebijakan program dan anggaran.

Kesembilan, pemerintah perlu menindaklanjuti Perpres Nomor 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) melalui kebijakan operasional dan anggaran di sekolah dan madrasah tanpa membeda-bedakan sekolah negeri dan swasta.

Kesepuluh, di bidang politik dalam negeri, para ulama NU merekomendasikan kepada Presiden agar keberadaan KPK tetap dipertahankan dan diperkuat. Keberadaannya perlu dilindungi dari serangan berbagai pihak yang ingin memperlemah dan mereduksi peran KPK dalam pemberantasan kejahatan korupsi. Karena itu pemerintah perlu mengkonsolidasikan aparatur pemerintahan dan partai-partai pendukung pemerintah untuk ikut dalam barisan penegakan dan penguatan serta pemberantasan korupsi oleh KPK. Ulama NU mengajak untuk “jihad melawan korupsi”.

Kesebelas, di bidang politik luar negeri dan hubungan Interasional, direkomendasikan kepada pemerintah agar tegas terhadap Pemerintah Myanmar atas perilakunya yang tidak patut, bukan hanya kepada etnis rohingya tapi juga kepada suku-suku minoritas lain yang tertindas di Myanmar. Indonesia perlu memanfaatkan posisinya untuk menekan negara-negara anggota ASEAN agar lebih bersikap tegas atas aksi kekerasan dan pemusnahan etnis tersebut. (WR/H)