Mataram, Wartantb.com – Tenaga kerja asal Indonesia yang bekerja di luar negeri memegang peran yang luar biasa dalam menggerakkan perekonomian daerah. Secara kuantitatif, angka remitansi atau jumlah kiriman uang dari tenaga kerja kita di luar negeri bisa mencapai 2,5 trilyun rupiah setiap tahunnya. Kontribusi nyata dari saudara kita yang bekerja di luar negeri ini, berhasil membawa tingkat pertumbuhan ekonomi NTB menduduki peringkat tertinggi secara Nasional pada tahun 2015 lalu.
Sementara untuk triwulan ke-III tahun 2016 ini, tercatat pertumbuhan ekonomi NTB mencapai kisaran 7,64 %. Jumlah ini masih jauh di atas rata-rata nasional. Artinya, para TKI berperan cukup besar dalam menggerakkan roda perekonomian di NTB. Demikian disampaikan Gubernur Nusa tenggara Barat, Dr. TGH.M.Zainul Majdi saat hadir pada rapat koordinasi yang diselenggarakan BNP2TKI bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi RI, Selasa pagi (8/11/2016) di Ruang rapat Utama kantor Gubernur.
“Kenyataan besarnya peran TKI sebagai “pahlawan devisa”, mewajibkan kita, seluruh perangkat pemangku amanah yang hadir dalam kesempatan ini, untuk terus berupaya memberikan pelayanan dan fasilitas terbaik bagi saudara kita yang bekerja di luar negeri”, kata Gubernur.
Masalah TKI sesungguhnya merupakan permasalahan yang dimulai dari hulu hingga ke hilir. Dari proses pengeluaran dokumen yang akan digunakan TKI, hingga biaya relatif besar yang harus dikeluarkan, tak jarang menjadi penyebab TKI memilih jalur lain, terangnya. Untuk itu lanjut Gubernur, kita yang ada di daerah harus membenahi, harus menyambut baik dan bersyukur karena di NTB ada fasilitas yang baik, yang bisa membuat TKI nyaman dan merasa dilayani dengan baik.
Dalam rapat koodinasi ini, masing-masing perwakilan dari pemerintah Prov. NTB, kabupaten/Kota serta kementerian/lembaga terkait menandatangani komitmen bersama untuk mendukung terwujudnya tata kelola layanan TKI yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), melalui program perbaikan tata kelola layanan TKI (Program Poros Sentra Pelatihan dan Pemberdayaan TKI Terintegrasi di Wilayah Prov. NTB).
Beberapa point dalam kesepakatan bersama itu diantaranya komitmen bersama untuk menjaga integritas dan sinergi kelembagaan dan individu penyelenggara negara/pegawai negeri serta menghindari praktik suap, pemerasan, gratifikasi dalam bentuk apapun pada pengelolan layanan TKI, membenahi kebijakan dan tata kelola layanan TKI, perbaikan kualitas perlindungan TKI, hingga memastikan TKI mendapat layanan yang transparan, cepat dan pasti.
Komitmen bersama yang dikoordinasikan sepenuhnya oleh KPK bekerjasama dengan BNP2TKI tersebut meliputi 15 instansi yaitu Kemenko PMK, Kemnaker, Kemenkum dan HAM, KBRI Kuala Lumpur , KBRI Singapura, Pemprov Kepri, badan Koordinasi keamanan Laut, Polda Kepri, bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, BPJS Ketenagakerjaan, badan Pengusahaan Batam, Pemkot Batam dan Pemkot Tanjung Pinang.
Setelah sebelumnya kantor serupa beroperasi di Nunukan, Kalimantan Utara, selanjutnya ditargetkan 43 kantor poros layanan terintegrasi yang terhubung dalam satu jaringan sistem komunikasi. Program ini diharapkan dapat menghilangkan pungutan liar dalam proses penempatan TKI, yang sesungguhnya bukan hanya menjadi tanggung jawab BNP2TKI, melainkan tanggung jawab bersama berbagai instansi pemerintah pusat maupun daerah.
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basaria Panjaitan yang hadir pada kesempatan itu, mengungkap besarnya praktek penyuapan, gratifikasi, perdagangan orang hingga pemerasan yang dilakukan terhadap TKI, dimulai dari proses rekruitmen, keberangkatan, proses bekerja hingga proses kembali ke daerah asal.
Pada setiap tahap tersebut, ia mengungkap ada saja pelaku yang mengambil keuntungan terhadap TKI. Hal inilah yang menurut Basaria menjadi penyebab perlunya KPK untuk mengambil peran. Ia berharap peran KPK ini dapat menurunkan IPK (Indeks Prestasi Korupsi) Indonesia menurun. Seluruh stakeholder harus punya kesepahaman bersama. “Jadi, harus dicari solusi bagaimana menindak oknum yang membuat masalah”, ujarnya.
Sementara itu, Deputi Bid. Koord. Perlindungan Perempuan dan Anak Kementerian PMK, Sujatmiko mengungkap tingginya biaya yang harus dikeluarkan pemerintah setiap tahunnya untuk memulangkan TKI/TKW bermasalah. “Biayanya bisa mencapai + 100 miliar rupiah setiap tahun. Alangkah baiknya jika dana sebesar itu dapat kita alihkan untuk meningkatkan fungsi pendidikan vokasional (pendidikan khusus). Jadi lebih menitikberatkan kepada aspek pemberdayaan, bagaimana agar TKI kita punya modal keterampilan yang bisa diandalkan,” jelasnya. (Setda Prov. NTB)