Dosen STIHM Bima Taufik Firmanto Sukses Laksanakan Uji Terbuka Promosi Doktor di UB Malang

1916

MALANG, Warta NTB – Taufik Firmanto, SH., LL.M salah satu dosen tetap STIHM Bima telah melaksanakan Ujian Terbuka Promosi Doktor pada Program Ilmu Hukum Universitas Brawijaya (UB). Sidang tersebut dilaksanakan pada Kamis, (24/6/2021) siang. Kegiatan tersebut berlangsung secara daring sebagai bagian dari upaya pencegahan Covid-19.

Pada sidang terbuka promosi doktor tersebut Taufik Firmanto diuji oleh Prof. Dr. Moh. Fadli, SH M.Hum., selaku Ketua Tim Penguji didampingi Tim Penguji Prof. Dr. Sudarsono, SH M.S, Prof. Dr. Aidul Fitriciada Azhari, SH M.Hum, Dr. Muchammad Ali Saf’at, SH M.H, Dr. Istislam, SH M.Hum, Dr. Tunggul Anshari Setia Negara, SH M.Hum dan Dr. Aan Eko Widiarto, SH M.Hum. Ini adalah deretan nama yang tidak asing sebagai akademisi maupun pegiat hukum tata negara.

Dalam Ujian terbuka tersebut, Taufik Firmanto berhasil mempertahankan disertasi berjudul “Konstruksi Hukum Pengaturan Pembentukan Badan Peradilan Khusus Sengketa Pemilihan Kepala Daerah Sesuai Prinsip Negara Hukum Yang Demokratis”.

Sebelumnnya Taufik telah melakukan penelitian dan mempublikasikan penelitianya ke beberapa jurnal nasional maupun internasional. Taufik yang juga menekuni dunia praktik Advokat mengaku bahwa tema disertasinya telah ditekuni sejak tahun 2015, sebelum ia menempuh studi doktoral.

Tema ini menarik perhatiannya, pasca MK menganulir kewenangannya untuk mengadili sengketa hasil Pilkada melalui Putusan MK Nomor 97/PUUXI/2013, dalam putusan tersebut, MK menyatakan bahwa lembaganya tidak (lagi) mempunyai wewenang untuk memeriksa dan mengadili perselisihan hasil pilkada.

Alasannya, MK menganggap Pilkada bukan bagian rezim pemilu, melainkan rezim Pemda. Namun pada praktiknya, hingga saat ini MK masih berwenang mengadili sengketa Pilkada hingga terbentuknya badan peradilan khusus.

Pada bagian akhir Disertasinya, Taufik merekomendasikan pembentukan Pengadilan Khusus Pemilu/Pilkada yang berada di lingkungan PTUN melalui perubahan berupa Kodifikasi UU Pemilu atau Kitab Hukum Pemilu, yang dalam bahasa Inggris biasa dikenal sebagai Omnibus Law on Election, termasuk dengan mengatur ulang ketentuan-ketentuan dalam UU tersebut, sehingga dapat mengakhiri diskursus tentang posisi rezim hukum pilkada dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Selanjutnya adalah menunjuk dan mengatur dengan tegas pelembagaan Pengadilan Pemilu/Pilkada dalam UU dimaksud. (WR-DM)