Perang Topat, Pesan Damai Dari Lingsar Pada Dunia

1722
Gelaran Festival Perang Topat selalu diselenggarakan berkenaan dengan Rarak Kembang Waru (gugurnya bunga pohon waru) pada purnama sasih (bulan) ke pituk (tujuh) pada kalender Sasak.

LOMBOK BARAT, Warta NTB — Kita ingin memberikan keteladanan kepada dunia. Jargon yang kita pilih pada tahun ini adalah: Dari Lingsar untuk Lombok Barat, dari Lombok Barat untuk NTB, dari NTB untuk Indonesia dan dari Indonesia untuk dunia.

Hal itu diungkapkan Bupati Lombok Barat H. Fauzan Khalid dengan lantang saat memberi sambutan pada puncak acara Festival Budaya Perang Topat 2017 di pelataran Pura Taman Lingsar, Minggu (3/12/2017).

Perang Topat merupakan simbol toleransi yang erat antara Umat Islam Sasak dengan Umat Hindu Bali-Lombok.

Perang yang menjadi antithesis dari kondisi perang pada umumnya seakan menjadi kritik untuk semua umat agar menjaga toleransi, memelihara kebersamaan dan merawat persatuan.

“Kita diwariskan nilai-nilai luhur dari para nenek moyang kita untuk menjadi perekat kebersamaan di tengah ujian dalam kehidupan yang plural,” lanjut Fauzan sambil mengulas transformasi kisah perang yang harusnya berdarah-darah menjadi perang penuh kegembiraan.

Bagi Umat Hindu, tradisi ini bersamaan dengan Pujawali Pura Taman Lingsar sekaligus sebagai wujud syukur umat kepada Sang Hyang Widhi Wase atas hasil panen yang melimpah ruah.

Bagi umat Islam menjadi upacara Haul untuk Sang Waliyullah yang diyakini sebagai penyebar Islam di Lingsar.

Setelah melalui berbagai acara pendukung dan seremonial, segenap tamu kehormatan didaulat untuk naik ke panggung. Mereka dengan serentak melempar topat (ketupat) ke tengah pengunjung.

Lemparan tersebut menjadi pembuka perang antara umat Hindu yang ada di pelataran pura dengan umat Islam yang ada di Kemalik (mushalla, red).

Mereka tampak larut dalam kegembiraan bersama ribuan warga yang ikut melempar atau hanya menonton karena tidak kebagian amunisi (topat, red).

Gelaran Festival Perang Topat selalu diselenggarakan berkenaan dengan Rarak Kembang Waru (gugurnya bunga pohon waru) pada purnama sasih (bulan) ke pituk (tujuh) pada kalender Sasak.

Festival tahun ini diawali dengan Begawe Gubuk (27/11/2017) yang mempertemukan antara empat banjar umat Hindu dengan Umat Islam sekitar Pura dalam jamuan makan bersama.

Acara berlanjut dengan aneka pagelaran seni yang berlangsung sampai puncaknya hari ini (3/12/2017).

Pura Taman Lingsar, diyakini oleh Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Barat, Ispan Junaidi sebagai satu-satunya tempat ibadah non muslim di dunia yang memiliki Kemalik atau mushalla.

Ispan Junaidi selaku pelaksana kegiatan mengatakan bahwa prosesi Perang Topat merupakan prosesi perpaduan budaya dan religi yang menjadi Calender of Event Pariwisata di Lombok Barat.

“Ini merupakan refleksi keharmonisan dan legenda bagi umat manusia di muka bumi,” jelasnya penuh percaya diri.

Untuk diketahui, Kabupaten Lombok Barat memiliki sekitar 8-9 persen warga yang beragama Hindu. Mereka hidup berbaur dengan damai di tanah Patut Patuh Patju.

Hal tersebut mendapat apresiasi tinggi dari Kementerian Dalam Negeri yang melakukan survey kepada lebih dari separuh kabupaten/kota se-Indonesia.

Kabupaten Lombok Barat pun ditetapkan sebagai Kabupaten Berketahanan Konflik yang Tinggi.

Mewakili Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Wakil Gubernur H. Moh. Amin berharap event tahunan ini lebih di tingkatkan pengemasan dari tahun ke tahun.

Hadir di kesempatan itu, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi NTB, Danrem 16 Wirabhakti, dan jajaran Forkompimda NTB dan Lobar.

Hadir juga salah seorang Deputi dari Kementerian Pariwisata Republik Indonesia, Dandim 1606 Lobar, Kapolres Lobar dan Mataram, serta SKPD lingkup Pemkab. Lobar. (WR)