Larang Wartawan Meliput, Kepala Bandara Sultan Salahudin Bima Dinilai Otoriter

1631
Bandara Sultan Muhammad Salahudin (SMS) Bima.

BIMA, Warta NTB – Sejumlah wartawan media online dan media cetak mengaku kecewa dengan ulah oknum pegawai bandara Bandara Sultan Muhammad Salahudin (SMS) Bima yang melarang wartawan meliput kegiatan Latihan Penanggulangan Keadaan Darurat (PKD) bandara setempat, Kamis (24/10/2018), sejumlah jurnalis yang sedianya meliput malah justru dihadang saat hendak masuk ke lokasi latihan.

Edo Rusyadin wartawan harian Radar Tambora menjelaskan, beberapa jurnalis yang dihadang saat simulasi tersebut adalah Media Online Kupas Bima, Pelopor Krimsus, dan media harian pagi Radar Tambora. Sejumlah wartawan Bima itu dilarang masuk meliput ke areal latihan.

Ia dan beberapa rekan wartawan lain mengaku sangat kecewa dengan sikap otoriter pihak Bandara, karena telah mencoba menghalang halangi tugas pekerja jurnalisitik sebagai pencari berita.

“Kepala yang baru saja dua bulan menjabat ini terkesan otoriter, Beda denga kepala Bandara yang dulu,” jelasnya.

Edo yang juga sebagai Ketua Persatuan Wartawan (Pewarta) Kae ini mengungkapkan, jika aksi kepala bandara yang melarang wartawan meliput bukan hanya kali ini saja terjadi. Tapi juga saat kegiatan Rakor Kedaruratan yang digelar pekan lalu di lantai dua bandara setempat.

“Wartawan yang hendak meliput justru diusir keluar ruangan tanpa ada alasan. Mestinya dia (kepala bandara) berkoordinasi dengan anggotanya jika memang kegiatan itu tertutup. Biar tidak ada mis antara pencari berita dan pihak bandara,” ujarnya.

Menurut Edo sikap kepala bandara yang baru menjabat beberapa bulan ini sangat berbeda dengan kepala bandara yang pernah menjabat sebelumya. Baik dalam peliputan maupun dalam  menghargai tugas jurnalis.

“Memang kepala bandara yang baru masuk ini berbeda dengan pejabat sebelum-sebelumnya. Mulai dari pak Auriyadin, hingga pak Taslim Badaruddin, tidak pernah ada wartawan yang dicekal saat meliput di bandara. Apalagi saat pak Azis Saka, kasus sengketa lahan saat itu tidak ada yang melarang wartawan meliput. Tapi kepala bandara yang baru bertugas ini sudah mau jadi pemimpin kecil,” tuturnya.

“Ya kita sama-sama saling menghargai lah. Apapun kegiatan dan peristiwa itu merupakan tugas jurnalis untuk meliput, seharusnya saat itu pihak bandara memberitahukan alasan kenapa wartawan dilarang meliput, sehingga tidak terjadi mis dan terkesan otoriter,” imbuhnya.

Ditanya upaya apa yang akan dilakukan wartawan Bima terkait pencekalan tersebut, Edo masih akan melalukan koordinasi dengan organisasi kewartawanan dan dewan pers.

“Karena ulah pihak bandara ini patut kita duga ada unsur kesengajaan dan sudah menyalahi UU Pokok Pers pasal 18 ayat (1). Itu sudah masuk ranah pidana,” tandasnya.

Sementara Kepala Bandara Bima Chairul Humam yang dikonfirmasi terkait insiden tersebut mengatakan, kegiatan yang dilaksnakan adalah simulasi nyata untuk mengetahui kesigapan personil Satuan Tugas Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) dalam melakukan penyelamatan sehingga harus di batasi orang yang masuk ke area sisi udara.

Sementara terkait adanya larangan terhadap wartawan yang meliput, Chairul Humam mejelaskan, kegiatan ini dipantau dan dinilai langsung oleh Keamanan Penerbangan Ditjen Hubud sehingga pada saat Ia meminta ijin wartawan masuk tidak diperbolehkan dengan alasan dikhawatirkan, jika terjadi kecelakaan pada saat aksi nyata.

“Pada saat kegiatan apel siaga dan evaluasi latihan ada wartawan yang meliput. Hanya saja pada saat aksi di landasan saya batasi karena dikhawatirkan, jika saat aksi nyata trjadi kecelakaan. Teman-teman wartawan sifatnya menunggu konfersi pers di ruang EOC,” ungkapnya. (WR)